@article{tutik_2011, title={ANALISIS HUKUM TATA NEGARA: SISTEM PENETAPAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM SISTEM PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN PASAL 18 AYAT (4) UUD 1945}, volume={41}, DOI={10.21143/jhp.vol41.no1.242}, abstractNote={AbstrakPemerintahan keistimewaan pada suatu daerah pada dasarnya merujuk pada: (1) nilaihistoris, (2) nilai-nilai genekologis; (3) nilai sosial-budaya, selain juga nilai yuridis. DaerahIstimewa Yogyakarta, baik secara historis maupun yuridis memiliki legitimasi yang kuatsebagai daerah istimewa. Secara historis, Pertama, status keistimewaan Yogyakartamerupakan pilihan politik sadar yang diambil penguasa Yogyakarta, yakni Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, dan bukan pemberian dari entitas politik nasional. Kedua, Yogyakartamemberikan rang wilayah dan penduduk yang kongkrit bagi Indonesia awal. Ketiga,Yogyakarta menjadi kekuatan penyelamat ketika Indonesia berada dalam situasi krisis untukmempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sedangkan secara yuridisyaitu Pertama, adanya konsistensi pada level yuridis yang mengakui keberadaan suatudaerah yang bersifat istimewa. Kedua, konsistensi pengakuan atas status keistimewaansebuah daerah, tidak diikuti oleh pengaturan yang bersifat komprehensif mengenai substansikeistimewaan sebuah daerah. Keistimewaan DIY juga tercermin dalam mekanisme pengisianjabatan Gubernur Kepada Daerah dan Wakil Gubernur, dengan sistem pengangkatan/penetapan Sri Sultan dan Sri Pakualam secara langsung oleh Presiden. Secarakonstitusional sistem penetapan Hamengku Buwono X dan Sri Pakualam, sebagai Gubernurdan Wakil Gubernur DIY tidaklah bertentangan dengan konstitusi (inkonstitusionai) selamapenetapan tersebut memperoleh legitimasi dari masyarakat (masyarakat menghendakinya).}, publisher={Jurnal Hukum dan Pembangunan}, author={Tutik}, year={2011}, month={Mar} }